Adu Tanding

799 31 1
                                    

“Tahan dulu. Pangeran Arya Mataram yang menghadangku barusan palsu. Aku tak mungkin mengkhianati titah Raden Ayu karena titah Pangeran Arya Mataram palsu.”

“Hentikan serangan!” Seketika tiga orang lelaki bersorban menghentikan serangannya. Prajurit telik sandi paruh baya itu menghembuskan nafas lega.

“Apa maksudmu, benarkah tuanmu yang memberi titah itu palsu?”

“Ya, betul, tuan. Aku tak mungkin bisa ditipu dengan penyamaran meskipun kuakui samarannya nyaris sempurna.”

“Hmmm…., apakah engkau telah melaksanakan tugasmu?”

“Sudah tuan. Aku sudah menunaikan semua yang engkau perintahkan.”

“Jika begitu, engkau pergilah dari sini. Menghilanglah dari kawula. Jangan menampilkan diri hingga besok."

“Baik, tuan. Aku permisi.” Prajurit telik sandi itu segera keluar melalui pintu yang sama. Lelaki bersorban mengantarkannya ke depan pintu besi dan menutupnya kembali dari dalam.

Tak ada yang mencurigakan dari tempat itu. Sependidih air, tetiba dari balik sebuah bangunan tua melesat sesosok bayangan. Ia mengambil arah berlawanan dengan prajurit telik sandi yang diintainya sedari tadi. Sosok itu terus berlari menuju Candi Laras. Tepat di belakang penginapan Sendaru, bayangan itu berhenti berlari. Dengan cepat ia menuju halaman belakang sebuah rumah yang paling mewah. Tanpa kesulitan ia telah berada di dalam rumah.

“Siapa kau. Apa tujuanmu datang ke sini?” Perempuan pemilik rumah terkejut mengetahui ada tamu tak diundang berada dalam rumahnya.

“Aku tak sempat menjelaskan, tetapi cukuplah lihat mataku!” Orang yang menyusup ke dalam rumah itu ternyata seorang perempuan muda.

“Aih, matamu mengapa berwarna hitam semua. Ya, ya, ya, engkau adalah tuanku. Hamba siap melaksanakan perintahmu putri ayu.” Perempuan paruh baya pemilik rumah tetiba seperti orang linglung. Ia menjatuhkan diri berlutut di hadapan perempuan muda nan cantik itu.

“Kemarilah cepat!” Perempuan penyusup itu menarik tangan pemilik rumah agar mendekat. Ia lalu memerintahkan perempuan yang telah berada dalam pengaruhnya itu untuk mengerjakan perintah rahasia. “Kerjakan tugasmu segera. Aku menunggumu di halaman belakang rumahmu!”

Seperti kerbau dicocok hidungnya, perempuan paruh baya itu memanggil dua orang pelayannya. Ia lalu memberikan pakaian dari dalam lemari kamarnya. Selanjutnya ia menyampaikan perintah kepada dua pelayan itu. Selanjutnya perempuan paruh baya tersebut memanggil tiga orang anaknya yang masih kecil untuk mengikutinya menuju halaman belakang rumah.

“Aku telah selesai dengan tugas yang tuan putri ayu berikan. Selanjutnya hamba siap untuk mengikuti tuan putri.”

“Ayolah cepat. Kita tak punya banyak waktu. Jika engkau sayang dengan nyawamu dan nyawa anak-anakmu, ikutilah aku tanpa banyak pertanyaan.”

Perempuan pemilik rumah tersirap kesadarannya dan berjalan melangkah mengikuti perempuan cantik yang memberikan perintah. Mereka berjalan beriringan menuju jalan raya dan menyetop kereta kuda yang tak berpenumpang. Tanpa menunggu lama, mereka naik ke atas kereta kuda dan menghilang dari pandangan mata.

*****

Suasana pagi itu nampak cerah. Matahari bersinar dengan terangnya. Keramaian terlihat di pinggiran sungai Buah. Sebuah panggung besar telah berdiri dengan megahnya. Di samping sebelah kiri dan kanannya tersusun kursi-kursi yang telah terisi. Suara riuh rendah terhenti ketika seorang lelaki dengan jubah kebesarannya naik ke atas panggung. Ya, orang itu adalah Ki Gede Ing Suro, raja keraton Palembang.

“Selamat datang, tamu-tamu kerajaan. Hari ini sebagaimana yang telah kujanjikan, kita akan mulai acara adu tanding. Terlebih dahulu aku sampaikan tujuan dari pelaksanaan acara ini adalah untuk mempererat hubungan persahabatan antara sesama kerajaan yang terletak di semenjung Malaka. Maafkan jika dalam menyambut kedatangan tamu-tamu kerajaan terdapat ketidaksempurnaan. Semoga melalui adu tanding ini persahabatan di antara sesama kita terus terpupuk dengan baik. Aku persilakan kepada pembawa acara untuk membacakan aturan pelaksanaan adu tanding ini dan selamat berlaga serta jagalah kejujuran dalam meraih kemenangan.” Suara Ki Gede Ing Suro terdengar berwibawa. Ia sengaja mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya sehingga membuat suaranya membahana terdengar ke segenap penjuru.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Where stories live. Discover now