Kitab Mantra Sembilang

1.1K 47 0
                                    

Setelah gagal pada malam pertama pengintaian, di malam kedua Raden Kuning dan Putri Cala telah bersiap melek. Siang hari mereka menggunakan waktu untuk tidur, sehingga malam ini mereka merasa siap untuk tidak tidur. Raden Kuning telah melarang Putri Cala untuk ikut mengawasi datangnya sampah biji-bijian di bawah dinding gua. Tetapi ia bersikeras untuk ikut mengawasi.

“Jika melihat waktu kita tertidur malam kemarin, maka sepertinya sampah biji-bijian itu datangnya setelah dini hari. Malam ini engkau tidurlah terlebih dahulu, nanti setelah dini hari kita bisa bergantian.” Raden Kuning membujuk gadis yang semakin jelita di bawah temaram sinar bulan itu.

“Baiklah jika Kakang memaksa. Tetapi awas jika engkau berbohong tidak membangunkan aku untuk ganti berjaga di sini. Aku akan marah besar,” tegas Putri Cala.

“Tak mungkin aku mampu membohongi gadis secantik engkau ini. Yakinlah pasti nanti aku akan membangunkanmu. Sekarang jangan sia-siakan waktumu. Cepatlah beristirahat agar nanti bisa bergantian denganku.”

Malam itu mereka mengatur rencana untuk mengintai dinding gua yang sudah ditandai. Raden Kuning berjaga semalaman, dan ketika dini hari angin berhembus sepoi-sepoi, ia nyaris tertidur. Namun beruntung sebelum kantuk menyergap, Putri Cala telah terjaga. Raden Kuning seperti terkena hipnotis. Ia langsung memejamkan mata dan pulas.

Putri Cala masih dalam posisi tertidur. Kendati begitu kedua bola matanya menatap lekat ke tempat sampah biji-bijian. Dari balik ceruk dinding gua yang menjorok  ke dalam itu, muncul sosok binatang kecil mirip monyet. Tetapi ukuran monyet itu sangat kecil. Ia melompat-lompat ketika menerobos dinding gua. Monyet kecil itu memiliki ekor panjang dengan lima jarinya yang juga panjang. Jari-jari panjangnya itu seperti cakar.

Putri Cala yang berpura-pura tidur, kaget melihat mata hewan kecil yang seram. Ukuran matanya sangat besar menyorot tajam seolah mampu menembus kegelapan malam. Ketika Putri Cala menatap punggung hewan dari belakang, jantungnya berdegup kencang karena hewan itu mampu memutar kepalanya ke belakang. Telinganya bergerak-gerak seakan memberi tanda kehadiran Putri Cala. Mulutnya menggigit mangsa yang mirip kelelawar.

Putri Cala diam tak bergerak. Setelah tidak ada bahaya yang mengancamnya, monyet kerdil itu kemudian mengoyak-ngoyak tubuh mangsanya. Sampah biji-bijian yang ditemukan di pagi hari ternyata berasal dari binatang yang menjadi mangsa monyet kerdil itu. Setelah menghabiskan makanan, monyet kerdil tersebut kembali melompat-lompat dan menghilang di belakang cerukan dinding gua.

“Ayo bangun, kang. Aku baru saja melihat binatang mirip monyet kerdil melompat-lompat masuk ke dalam dinding gua. Ayo temani aku ke sana.” Putri Cala menggoyangkan tubuh pria yang tengah pulas tersebut. Raden Kuning terlonjak dari tidurnya dan segera mengikuti gadis cantik itu.

Dengan cekatan Putri Cala meraba cerukan dinding gua tempat hewan kecil itu menghilang. Tangannya yang meraba-raba tak sengaja menyentuh sebuah benda yang mirip tongkat kayu. Ditariknya tuas kayu itu. Seketika dinding gua bergeser dan di depan mereka telah terbuka pintu seukuran orang dewasa.

“Hai, hai. Ada ruangan rahasia rupanya di sini. Ayo, kakang kita masuk ke dalam.” Tanpa meminta persetujuan lagi, Putri Cala melompat ke dalam dinding gua. Raden Kuning mengikutinya dari belakang.

Mereka menelusuri jalan rahasia itu. Langit-langit gua hanya seukuran pria dewasa. Akibatnya hawa panas langsung menyergap di malam yang dingin itu. Keringat Raden Kuning bercucuran. Setelah berkelak-kelok tak tentu arah, jalanan di depan mereka membesar.

“Aih, ruangan apa ini. Ada cahaya yang menerangi ruangan ini. Lihatlah itu Putri, ada patung kayu bermahkota. Jangan-jangan dulunya ia adalah raja di tempat ini. Ayo kita beri hormat kepada beliau!” Raden Kuning menarik tangan Putri Cala untuk berlutut di hadapan patung kayu itu. Kemudian mereka berdua membungkukkan badan hingga kepalanya menyentuh lantai gua.

“Srek, wutz, trang!”

Dari sisi kiri kanan ruang seukuran tiga tombak itu meluncur anak panah. Beruntung kedua anak muda itu masih dalam posisi bersujud sehingga anak panah saling bertabrakan dan menimbulkan suara nyaring. Sebatang anak panah menancap tepat di kepala patung kayu. Ajaib, patung kayu kemudian terbelah dua dan jatuh di sisi kiri dan kanan. Di belakang patung itu menganga sebuah lubang yang menghubungkan ke sebuah ruangan.

Putri Cala menarik tangan Raden Kuning. Mereka berdua yang baru saja selamat dari anak panah rahasia yang ada di dinding berjalan dengan sikap waspada. Raden Kuning kini memimpin di depan. Mereka masuk ke sebuah ruangan berukuran cukup besar. Di sisi kiri dan kanan dinding terdapat obor. Raden Kuning menghidupkan api dengan menggesekkan batu.

Seketika ruangan itu diterangi cahaya. Dan di ruangan itu terdapat rak dari batu yang berisi dua buah kitab tebal. Mereka berdua kembali memberi hormat sebelum mengangkat kitab tersebut. Raden Kuning membaca judul kitab itu, Rakryan Rupagatri. Dengan hati-hati, Raden Kuning membaca kitab itu.

Di dalamnya berkisah tentang seorang wanita sakti yang menjabat sebagai salah satu panglima di d kerajaan Sriwijaya. Setelah malang melintang menaklukkan kerajaan-kerajaan lain di semenanjung Malaka, wanita sakti itu mengasingkan diri di gua Sembilang. Di dalam kitab itu terdapat kisah tentang Rakryan Rupagatri, penganut bodhisatwa yang mengasingkan diri dengan membangun petilasan di hutan Sembilang.

“Aih, sungguh beruntung kita dapat menemukan kitab yang berisi sejarah kejayaan kerajaan Sriwijaya di masa lampau. Di dalam kitab ini diceritakan tentang seorang wanita sakti prajurit pilihan kerajaan Sriwijaya yang telah banyak berjasa menaklukkan kerajaan-kerajaan di semenanjung Malaka.” Raden Kuning kemudian menyerahkan kitab itu kepada Putri Cala. Ia kemudian memberi hormat kepada kitab kedua dan membersihkan debu yang menempel di permukaan kitab.

“Mantra Sembilang, inti ajaran kedigjayaan Rupagatri. Wah, di kitab ini terdapat pelajaran ilmu silat. Kitab ini mengajarkan bagaimana cara mengolah tenaga dalam disertai dengan gambar-gambar. Dan ini ada tiga jurus utama mantra sembilang. Aih, disini dituliskan yang beruntung mendapatkan pelajaran ilmu ini harus bersujud tiga kali dan menambahkan nama Rupagatri di belakang namanya. Dan orang yang beruntung itu adalah engkau Putri Cala Rupagatri!” Senyum Raden Kuning mengembang. Beruntung mereka berdua tadi memberi penghormatan dengan bersujud sehingga senjata rahasia tak mampu melukai.

Dengan semangat Raden Kuning dan Putri Cala membaca dua kitab tebal itu. Jurus pertama Mantra Sembilang adalah Mantra Tunjuk, jurus kedua Mantra Genggam dan jurus ketiga Mantra Matahari. Untuk menguasai ketiga jurus itu dipersyaratkan agar murid Rupagatri melatih lebih dulu tenaga Sembilang. Untuk menguasai dasar tenaga Sembilang, di dalam kitab diajarkan cara melatih nafas dalam telaga. Setelah itu diperlukan bantuan dari tumbuhan langka yang disebut dalam kitab kuno itu dengan sebutan jamur Sembilang.

“Wah, jangan-jangan yang dimaksud dalam kitab ini jamur Sembilang adalah jamur yang tumbuh di pinggir telaga. Bisa gawat jika engkau makan jamur itu, nanti aku bisa jadi sasaranmu.” Raden Kuning terbahak.

“Dasar, pikiranmu memang rusak ya. Pasti ada cara mengatasi racun yang ada dalam jamur itu di dalam kitab yang guru tinggalkan ini!” Putri Cala merajuk.

Ya, di dalam kitab diajarkan cara mengatasi racun jamur Sembilang yaitu dengan pengerahan tenaga dasar Sembilang. Raden Kuning yang merasa tidak berjodoh dengan peninggalan Rakryan Rupagatri itu tidak mau membaca lebih lanjut. Ia menyerahkan kitab kuno itu kepada Putri Cala.

“Yang berjodoh dengan ilmu ini adalah engkau, Putri Cala. Aku tak mau mencuri baca ilmu ini karena kitab ini bukan milikku. Ini kuserahkan kepadamu.” Raden Kuning menyerahkan kitab kuno berisi pelajaran ilmu Mantra Sembilang itu kepada Putri Cala. Raden Kuning lalu membaca kembali kitab pertama yang berisi kisah Rakryan Rupagatri. Ternyata dalam buku pertama ini kisah tentang si penulis buku hanya di bagian awal saja, di dalam kitab kuno itu justru berisi strategi perang.

“Wah kitab ini ternyata berisi ilmu tentang strategi berperang. Biarlah aku mengisi waktuku dengan mempelajari kitab ini. Suatu saat pasti strategi perang ini berguna!”

(Bersambung)

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Where stories live. Discover now