Perjalanan

1K 45 1
                                    

Pangeran Arya Mataram memberi petunjuk tentang jurus kesembilan, 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘵 𝘨𝘶𝘴𝘵𝘪. Hal itu mengingat Raden Kuning telah menguasai jurus kedelapan dari sepuluh jurus 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘳𝘢𝘯𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘶𝘮𝘢𝘥𝘪.  Ilmu kanuragan itu memang menjadi falsafah hidup yang diturunkan secara turun temurun oleh keluarga keraton Demak. Sebagai bagian dari kerajaan Demak, belum ada keluarga dari keraton Djipang yang menguasai jurus itu hingga tahap pamungkas. Yang bisa menguasainya hingga tahap pamungkas adalah para wali-wali. Pilihannya ketika pewarisnya telah mungkas mencapai puncak jurus, maka mau tidak mau dirinya akan bertransformasi meninggalkan sifat duniawi dan akan menekuni jalan sunyi mengenal Allah dan mengamalkan jalan itu.

“Sebagaimana yang diajarkan oleh Eyang Kyai, jurus 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘵 𝘨𝘶𝘴𝘵𝘪 ini adalah jurus syariat. Ada lima gerakan yang membentuk jurus manut gusti. Engkau perhatikan gerakanku!” Pangeran Arya Mataram kemudian melakukan gerakan dengan mengangkat kedua tangannya seperti bertakbir lalu meletakkan kedua tangannya di dada. Selanjutnya ia kembali mengangkat kedua tangannya kembali dan membuat gerakan membungkuk lalu ia membuat gerakan sujud menyembah kemudian telunjuk kanannya mengacung disertai gerakan kepala menoleh ke kanan.

“Ini adalah jurus dasarnya yang terdiri dari lima bagian yaitu takbir, sidekap, sembah, tunjuk dan menoleh. Untuk membuat gerakan itu menyatu seharusnya engkau tenaga murni di dalam tubuhmu. Tetapi karena tenaga dalammu saat ini keseluruhannya adalah tenaga semesta, maka cara menghimpun tenaga semesta itu adalah dengan cara mengumpulkan seluruh kekuatan di dada dan mulailah melakukan lima gerakan tadi.” Pangeran Arya Mataram kembali memberi petunjuk.

Raden Kuning memperhatikan semua keterangan itu dengan seksama. Ia menghimpun tenaga semesta dan memulai lima gerakan takbir, sidekap, sembah, tunjuk dan menoleh. Sebuah pohon besar yang berada di komplek Kuto Gawang hancur berantakan ketika terkena tunjuk Raden Kuning. Sepintas jurus itu memiliki dasar yang sama dengan jurus peninggalan Rakryan Rupagatri Mantra Tunjuk. Raden Kuning yang telah mengetahui dasar jurus itu dari kitab Mantra Sembilang dengan mudah dapat menguasai jurus yang seharusnya baru dapat dikuasai dalam jangka waktu yang lama.

“Aih…., Yang Mulia. Jurus 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘵 𝘨𝘶𝘴𝘵𝘪 ini mirip sekali dengan jurus Mantra Tunjuk yang diwarisi istriku Putri Cala. Kami telah melatih jurus ini dua tahun yang lalu ketika terperangkap dalam gua Sembilang. Tak kusangka, dasar jurus pamungkas sangkan paraning dumadi ini masih satu induk dengan jurus Mantra Sembilang,” seru Raden Kuning.

“Ya, anakku. Engkau memang ditakdirkan berjodoh dengan jurus 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘳𝘢𝘯𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘶𝘮𝘢𝘥𝘪. Pesanku agar engkau berhati-hati menggunakannya. Jurus ini mengandung kerusakan yang luar biasa. Jangan engkau sembarangan mempergunakannya. Selanjutnya, jurus pamungkas jurus kesepuluh, 𝘱𝘢𝘺𝘶𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘯𝘨 𝘪𝘯𝘨𝘨𝘪𝘭 aku tidak ingin mempelajarinya. Engkau dapat mencari petunjuk tentang jurus itu dengan Eyang Kyai. Itu jika beliau berkenan.” Pangeran Arya Mataram mengakhiri petunjuknya tentang jurus pamungkas 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘳𝘢𝘯𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘶𝘮𝘢𝘥𝘪.

“Terimakasih, Yang Mulia. Aku akan mempergunakan jurus pamungkas ini hanya dalam keadaan terdesaksaja.” Raden Kuning menjura hormat.

***

Kapal Jung keraton Palembang ditandai dengan ukiran di palka. Ukiran itu membentuk motif rebung berulir yang mencirikan bahwa Jung itu bukan berasal dari Pulau Jawa. Ki Gede Ing Suro yang melepas sendiri Jung itu di dermaga Sungai Musi. Dari geladak kapal Raden Kuning melambaikan tangannya kepada istri dan putranya Raden Gatra. Dari kejauhan terlihat air mata menetes dari kedua istrinya Hamnah Putri Cinde dan Putri Cala Rupagatri. Perjalanan Raden Kuning kali ini menjemput takdir Palembang di tanah Jawa. Ya, Raden Kuning mengemban amanah untuk mendapatkan restu dari Eyang Kyai di Tuban.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Where stories live. Discover now