Terjebak di Telaga Sembilang

1K 41 1
                                    


Sorot mata Putri Cala kembali terlihat ganjil. Ia tidak menanggapi pertanyaan Raden Kuning. Tubuhnya yang masih belum bebas dari totokan membuat dirinya tak bereaksi. Apa yang baru saja dilihat Raden Kuning tadi adalah nyata. Bagaimana bisa seorang manusia bicara dengan ular. Semakin melihat banyak keanehan yang ditimbulkan gadis bersisik itu, semakin penasaranlah Raden Kuning.

"Engkau banyak sekali menyimpan rahasia, Putri Cala. Seandainya rahasiamu itu tidak kau pendam sendiri, tentunya dirimu akan lebih berguna dari sekarang." Raden Kuning bergumam kecil.

Hari telah larut, Raden Kuning akhirnya terlelap. Sinar purnama tak mampu menjangkau hingga ke atas langit-langit gua di mana mereka berdua beristirahat. Batu berjajar yang ada di dalam gua itu memang sangat cocok untuk tempat melepas lelah. Selain tempatnya tersembunyi, tidur di atas batu berjajar itu dapat mencegah dari serangan binatang buas.

Raden Kuning yang kelewat capek tidak merasa aneh dengan kedatangan ular kobra yang tadi diajak bicara oleh Putri Cala. Seharusnya jika ia waspada, tentunya ia akan heran bagaimana ular kobra itu bisa sampai di atas batu. Padahal tempat itu cukup tinggi dan di bawahnya terdapat batu-batu runcing. Dengan alasan yang sama, Raden Kuning akhirnya terlelap tanpa merasakan adanya ancaman dari gadis bersisik yang memiliki kemampuan aneh itu.

Lewat tengah malam, terdengar suara mendesis-desis. Ternyata di atas batu berjajar kini telah dipenuhi ular berbisa. Seekor ular kobra menjulurkan lidahnya yang bercabang ke bagian tubuh Putri Cala. Seketika itu juga, gadis aneh itu terbebas dari totokannya. Jarak antara dirinya dengan Raden Kuning tertidur tidak terlalu jauh. Batu tempat mereka mengaso memang tidak seberapa besar. Gadis aneh itu kemudian memeletkan lidahnya seperti ular seakan memberi perintah kepada ular berbisa yang terus berdatangan. Sontak ular-ular melata menuju Raden Kuning yang masih belum sadar terancam bahaya.

Perlahan tapi pasti puluhan ular besar dan kecil mendesis mendekati tempatnya terlelap. Seekor ular weling yang tiba lebih dulu, langsung menggigit kakinya. Tetiba dari balik pakaian Raden Kuning memancar cahaya terang yang menyerupai kepala ular. Cahaya itu menakuti ular kecil yang baru akan menancapkan racunnya ke tubuh Raden Kuning. Ular weling kemudian mundur ke belakang. Ular berbisa lainnya juga tak berani mendekat lagi. Mereka mendesis-desis saja tanpa berani menyerang Raden Kuning. Suara puluhan ekor ular itu mengejutkan Raden Kuning yang kemudian terjaga dari lelapnya.

"Aih, engkau benar-benar bisa mengendalikan ular berbisa. Tak mungkin ular-ular ini datang bersama-sama ke tempat ini jika tidak ada yang memanggilnya. Nah, kau Putri Cala. Sejak kapan kau terbebas dari totokanku!" Raden Kuning berteriak keras untuk menutupi rasa jijiknya karena kehadiran ular berbisa yang berbau amis itu.

Dari balik pingganya, Raden Kuning kemudian mencabut keris Kyai Layon yang tadi telah menolongnya. Ya, keris ini memang berkhasiat untuk menangkal racun dan segala macam hewan berbisa. Melihat Kyai Layon terhunus, ular-ular itu ketakutan. Mereka segera menjauh berjalan ke belakang Putri Cala, lalu menghilang di gelapnya malam.

Ternyata di dinding batu berjajar itu terdapat celah yang menghubungkan gua ini dengan tempat lain. Dari sanalah ular-ular berbisa itu berasal.

Kyai Layon ternyata bukan hanya membuat takut ular berbisa, Putri Cala yang melihat pamor keris pusaka itu juga terlihat takut luar biasa. Ia beringsut ke belakang dan melarikan diri. Tubuhnya merayap meniru gerakan ular. Tetiba ia menghilang dari pandangan.

Tak mau kehilangan jejak, Raden Kuning segera mengejar Putri Cala. Dengan menggunakan cara yang sama ia merayap menuju tempat ular-ular berbisa menghilang. Karena tergesa-gesa ia tidak lagi memperhatikan jalan yang dilaluinya. Akibatnya Raden Kuning terperosok ke dalam lubang yang tertutup oleh daun yang tumbuh liar di dinding gua. Tubuhnya meluncur cepat ke dalam lubang yang semakin lama semakin membesar. Raden Kuning hanya bisa mengikuti laju luncuran. Lubang itu panjang dan berkelak-kelok.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Where stories live. Discover now