Pekerja Magang

7.9K 1.3K 71
                                    

Seperti apakah hari pertamaku di PT. Griya Cipta Laksana?

Sungguh ajaib. Duniaku seperti dibolak-balik. Karir awalku di perusahaan ini sungguh memalukan untuk bisa kuceritakan.

"Baris yang rapi!"

"Siap, Pak!"

"Bajumu gak rapi!"

"Maaf, Pak!"

"Tampangmu juga gak rapi!"

"Sudah dari lahir, Pak!"

Seorang pria seumuranku sedang berlagak seperti komandan. Dia adalah staf produksi yang sedang jadi pembimbing kami. Beginilah nasib anak-anak magang. Kami harus siap di-ospek seperti anak SMA jika kebetulan punya senior gila hormat. Si Parto itu salah satunya. Karena dia, aku berdiri tegap dan teriak-teriak seperti idiot.

"Kalian contoh si badan besar ini. Cara berdirinya tegap. Bajunya rapi. Pandangannya lurus ke depan. Masa depannya pasti cerah. Meski gak secerah aku."

Kalau saja bukan karena teguran Pak Asep, aku pasti menghajarnya dan menjadikannya tumbal proyek. Aku harus menahan diri demi mulusnya rencana kami. Oh iya, jabatan asliku adalah auditor khusus. Tugasku adalah menginvestigasi seluruh penyakit perusahaan di bawah perintah pemegang saham. Kehadiranku harus sangat rahasia agar orang-orang tak menyadari bahwa mereka sedang diawasi.

Yeah, aku harus bersikap selayaknya anak magang yang imut dan penurut. Andai Fitria tahu ini, aku pasti dia bully habis-habisan.

"Kalian tahu? Kita adalah bagian dari divisi produksi. Tugas utama kita memastikan produk-produk perusahaan layak di mata konsumen. Dan aku ahlinya di sini. Kalian harus nurut!"

"Siap Pak!"

Seperti yang si muka terong itu bilang, posisiku saat ini ada di divisi produksi. Dan di divisi itupun masih terbagi-bagi menjadi beberapa bagian, salah satunya bagian furniture di mana aku sedang magang. Bagian terbawah. Dan selain aku, ada tiga anak baru lain yang sebagian sudah tak asing.

"Mas Handoko, alhamdulillah aku tiba-tiba dipanggil lagi. Aku diterima!"

Abidin, kawan baruku di perusahaan itu, bicara padaku dengan wajah berterima kasih. Dia memang aku rekomendasikan ke Pak Asep karena potensinya yang luar biasa. Jelas sudah dia diterima. Dan jelas pula aku tak bilang padanya, karena akan mencurigakan kalau ada yang tahu bahwa aku kawan dekat seorang direktur.

"Untung Mas bilang jangan pulang dulu. Ternyata memang ada evaluasi ulang," katanya, menyebut alasan yang sempat kusampaikan.

Evaluasi ulang apanya?

Jelas jelas dia ditolak karena personalia sialan itu menerima suap.

"Kalian jangan berisik!" Si muka terong menegur kami. Dia agak semena-mena kepadaku dan Abidin mentang-mentang kami laki-laki. Dia kembali menoleh ke dua anak baru lain yang kebetulan gadis-gadis cantik. "Aku sudah lama kerja di sini loh. Prestasiku bagus. Pokoknya nurut deh, pasti cepat dapat promosi."

"Beneran Pak?"

"Iya dong, cantik. Siapa dulu team leader kalian?"

Astaga, bagaimana bisa si muka lonjong itu diterima kerja?

"Tugas kita hari ini apa, Pak?" Aku menyela. Si muka terong itu langsung menolehku dengan wajah agak terganggu.

"Kamu gak lihat aku sibuk? Sana, ngaduk semen daripada nganggur. Aku heran, bisa-bisanya perusahaan ini nerima kuli? Hahahaha!"

Pak Asep ... maafkan aku ... sepertinya aku akan membuat masalah lagi di kantor ini. Ingin kutendang mukanya. Tapi belum sempat aku bergerak, orang sedang kupikirkan tiba-tiba masuk ruangan.

"Pak Direktur?!" Si terong genit panik. Dia langsung sudahi acara merayunya. Agak terburu ia hampiri Pak Asep dan membungkukkan badan seperti layaknya seorang pelayan. "Kok Pak Direktur sendiri yang datang ke sini? Ada tugas penting kah?"

"Iya."

Seluruh penghuni ruangan langsung duduk di kursi masing-masing. Termasuk aku yang pura-pura tidak kenal. Pak Aseppun pura-pura tidak mengenalku, walau aku yakin hatinya sedang terbahak-bahak.

"Seperti yang sudah kalian dengar, perusahaan kita akan alih kerjasama dengan perusahaan baru yang lebih kompeten. Perusahaan ini dulunya anak cabang perusahaan kita. Tapi sekarang sudah berdiri sendiri sebagai perusahaan besar. Dan saya berharap kita bisa kerjasama lagi."

Dahiku terkernyit. Perasaanku langsung tak enak.

"Berhubung saya sibuk, tolong wakili saya negosiasi. Saya sudah buat janji dengan representasi PT. Teruna Cipta Furniture."

Keringat dinginku mengucur. Aku merasa Pak Asep sengaja mengerjaiku. Seperti yang kuduga, direktur itu menunjuk beberapa orang termasuk aku sebagai perwakilan. Beliau langsung panggil si muka terong setelah seenaknya main tunjuk.

"Parto, yang anda hadapi nanti orang penting. Jangan sampai gagal."

"Siap Pak! Kalau boleh tahu, siapa yang nanti saya temui, Pak?"

Pak Asep melirikku sekilas. Dia juga tersenyum sekilas dengan makna yang sangat jelas. Aku pun hampir pingsan saat beliau berkata ...

"Ibu Fitria Dwi Dharma. Direktur Keuangan PT. Teruna Cipta Furniture."

Mendadak AyahWo Geschichten leben. Entdecke jetzt