PS - Tak Ada Tapi

5.4K 775 57
                                    

DOR!!!

CPRATT!!!

Darah kental terciprat keras dari kepala tertembus peluru. Bukan kepalaku. Melainkan kepala seseorang yang sedang menodong AK-47. Dari bekas lukanya, kulirik pos jaga 150 meter dari posisi kami, karena dari sanalah peluru berasal.

Perempuan itu jitu sekali.

Aku langsung bayangkan wajah angkuh Sandra Dewi, penembak jitu yang kami sebut sebagai Sandy. Gadis berotot itu salah satu pacarku yang suka mengancam kalau sedang dilanda cemburu.

Ancamannya tidak main-main.

Pernah suatu ketika, aku ketahuan sedang video call dengan gadis lain. Dia tembak ponselku pakai sniper dari jarak 500 meter.

Jika aku saja agak takut padanya, apalagi musuh kami?

Tiga perompak terlihat panik. Squidward tak buang kesempatan dan langsung melepas tembakan pistol. Begitupun aku yang secepat mungkin menerjang seseorang dan mematahkan tulang lehernya.

"Pzzz ... Kau hutang nyawa padaku, Patrick ... Pssstttt ..." Sandy menghubungiku melalui komunikator. Dengan angkuhnya dia berkata, "setelah ini kencani aku!"

"Simpan itu nanti ... Pzzz ... Banyak kerjaan di sini!"

Aku dan Squidward membentuk perimeter di jalur pelarian. Dua sandera itu kami suruh berlari menuju pos jaga di mana ada Sandy dan SpongeBob di sana. Aku dan Squidward agak menyebar. Para perompak mulai kelabakan saat kami menembak balik. Secara naluriah mereka merunduk. Terlebih saat Sandy menarik pelatuk yang selalu tepat sasaran.

Penembak itu bermata elang.

Dia sudah menghabisi tiga orang hanya berbekal senapan kuno.

"Hutang kencanmu semakin banyak, Patrick, hahahahaha! Nikahi aku atau peluru ini di kepalamu!"

"Berisik!"

Ada tiga sisa ranjau di tas Squidward. Dia langsung tahu tugasnya apa saat kulakukan tembakan perlindungan. Aku cukup percaya diri dengan kemampuanku membidik cepat. Apalagi dengan mode tembakan tunggal. Dua pengejarpun tewas seketika saat peluru 7.62 melubangi kepala mereka.

Akurasi AK-47 memang kurang mumpuni. Maklumlah, senapan serbu ini sudah ada bahkan sebelum ayahku lahir. Kuno sekali. Aku harus hati-hati agar peluru tidak macet di kamar pemicu. Meski ketinggalan jaman, kalibernya yang besar cukup membantuku menghabisi lawan hanya dengan satu tembakan.

Para perompak makin waspada. Mereka tak berani menunjukan kepala karena bidikanku cukup akurat, terlebih bidikan Sandy. Keadaan itupun kami manfaatkan untuk berlari mundur menuju pos. Kami membentuk perimeter di setiap jarak dua puluh meter. Hanya dua orang, tapi cukup efektif menghalau langkah puluhan pengejar. Ranjau kawatpun menambah takut mereka, hingga pelarian kami semakin dekat dari pos jaga.

100 meter ...

80 meter ...

Aku cukup lega saat sandera sudah tiba di tempat aman.

60 meter ...

40 meter ...

Kemungkinan bertahan hidup kami semakin meningkat saat lawan dalam jangkauan senapan mesin. Tanpa banyak menunda, SpongeBob pun menghujani mereka dengan peluru dari RPD.

DATDATDATDATDAT!!!!

"Wuuhuuuuyyyyy!" SpongeBob berteriak seperti seorang psikopat.

Pos jaga itu adalah menara setinggi tiga meter. Sandy menembak jitu dari atas menara, sementara SpongeBob mencacah mereka dari bawahnya. Lawan kami kocar-kacir. Walau bersenjata lengkap, mereka hanyalah militan tak berpengalaman. Mereka bukan prajurit terlatih seperti kami yang sudah biasa di medan tempur. Hingga saat kami berhenti menembak, mereka bahkan tak berani mengintip.

Mendadak AyahDonde viven las historias. Descúbrelo ahora