Format Baru

940 99 2
                                    

Awalnya, PT. Griya Cipta Laksana adalah perusahaan tunggal yang bergerak di bidang property. Model bisnis kami jelas. Jumlah karyawan dan struktur manajemennya sudah diatur dalam sistem. Namun sejak berubah jadi group, struktur itu makin melebar. Ruangan yang kami sewapun semakin banyak hingga gedung yang kami sewa resmi dibeli oleh Respati.

Bayangkan. Sebesar apa perusahaan yang punya gedung sendiri setinggi 15 lantai. Dan itupun masih tahap awal. Karena setelah ini, kami akan bangun gedung lain yang lebih tinggi. Setidaknya bisa menyaingi ASG Tower. Gedung kembar setinggi 30 lantai yang dimiliki Ageng Sedoyo Group. Proyeksi bisnis kamipun tak main-main. Semenjak dana besar mengalir, jangkauan kami bukan hanya di Jawa Barat. Kami siap ekpansi ke seluruh Indonesia di mana aku salah satu CEO-nya.

Huahahahahahhahahaha!

"Mas, ekspresimu menjijikan. Ketawa sendiri macem orang gila."

"Orang lagi seneng kok gak boleh?"

Hari ini adalah hari pertama aku bekerja resmi sebagai salah satu direktur utama. Atau Chief Executive Officer kalau pakai sistem ala perusahaan start up. Di bawahku ada Linda yang menjabat sebagai Chief Reputation Officer atau CRO, sementara Fitria juga jadi bawahan langsungku sebagai CFO, atau Chief Financial Officer.

Istilah yang asing, bukan?

Sebenarnya model manajemen itu agak lucu di perusahaanku yang bergerak di bidang konstruksi. Namun, berhubung Respati yang merancang sistem manajemennya, kami pun ikut cara beliau yang berkiblat di Amerika. Aku berhak menunjuk anak buahku sebagai seorang CEO. Dan karena hak eksklusif itu, akupun menunjuk dua bidadari istimewa yang tak diragukan lagi kemampuannya.

Terutama Fitria. Dia bukan sekadar pekerja di kantor ini. Dia adalah sosok yang mengantarku di titik tertinggi sebagai atasan sekaligus suami. Aku tak mungkin mengkhianatinya. Dan karena tak ada orang lagi di kantor kami, kuremas pantat Fitria dan agak bernafsu mencium bibirnya.

"Mas apaan sih? Baru hari pertama mau bikin masalah!"

"Serius nih gak mau?" jawabku sambil melirik ruangan kerja.

Kantor baruku sangat luas. Lebih luas dari milik Pak Asep dulu. Hampir satu lantai gedung. Di ruangan itu pun hanya ada lima meja lain yang ditempati manajemen puncak. Lebih mirip hotel daripada ruang kerja. Karena kemewahan itu, entah kenapa wajah cantik Fitria seakan-akan mengundang skandal.

"Mas, bahaya kalau kita ketahuan."

"CCTV sudah aku matikan kok. Dan eksekutif lain datangnya belakangan."

Sekali lagi, mangga curian lebih enak dari mangga hasil membeli. Inilah yang kurasakan saat kucium bibir istriku. Ada rasa was-was. Ada sensasi berbeda saat tanganku meremas pantatnya. Jantungku semakin berdegup. Fitria menepis tanganku karena terbawa rasa takut.

"Mas ... Nanti di rumah ya? Jangan di sini," jawabnya dengan nafas terengah-engah. "Mbak Linda habis ini datang bareng Dedek. Gak enak kalau ketahuan."

"Besok kita datang lebih pagi gimana?"

Istriku menggeleng. Walau nafsunya berkali lipat dariku, dia bersikap profesional. Kamipun bersikap biasa saat pintu terbuka dan seseorang masuk ruangan.

"Selamat pagi, Bu Linda."

Kami menyapanya bersamaan. Begitupun pada si kecil yang mengikutinya kemana-mana. Izra makin lengket. Entah sihir apa yang Linda gunakan. Kami juga menyapa pria paruh baya yang juga bagian dari manajemen baru setelah Linda melobinya.

"Selamat Pagi, Pak David!"

Sebagai pucuk pimpinan yang ditunjuk sendiri oleh Respati, aku berhak menetapkan siapa saja yang bekerja di bawahku. Pak David adalah salah satu orang berpengalaman yang kami rekrut dari Pak Asep. Jabatannya adalah COO atau Chief Operating Officer. Sejak menjadikannya bagian dari manajemen kami, banyak manajer yang mengikutinya setelah mendapat janji promosi.

Masih ada dua jabatan lagi yang kubutuhkan di manajemenku. Tapi baru satu yang terisi. Selain tiga orang yang sudah datang, satu orang itu adalah sosok penting yang kurekomendasikan sendiri karena kemampuannya yang tidak biasa.

Orang itu akan menjabat sebagai Chief Technology Officer, atau eksekutif yang bertanggung-jawab di bidang teknologi. Aku sangat mengenalnya luar dan dalam. Tapi di balik potensi itu, aku harus berkompromi dengan perangainya yang terlalu eksentrik sebagai seorang eksekutif.

"Bahkan di hari pertamanya bekerja, orang itu tidak memenuhi panggilanku. Sampai kapan aku menunggu?" Aku mengeluh. Dia belum juga datang walau sudah agak lama Fitria menelponnya.

"Mau gimana lagi, orangnya memang seperti itu. Syukur-syukur dia mau bekerja. Pak Asep saja melobi dia selalu ditolak."

Seperti kata Fitria, orang itu adalah tokoh kunci yang wajib kami rekrut. Dia ujung tombak di bidang desain, digital marketing, seluk beluk komputer, IT, serta skill lain yang berkaitan dengan inovasi. Pria itu jenius. Meski agak liar dan susah diatur. Dia benci formalitas, ikatan, atau segala kode etik perusahaan yang berhubungan dengan penampilan. Namun, mempertimbangkan skill istimewanya, kami tak punya pilihan lain selain menuruti syarat-syarat anehnya agar dia mau bekerja.

Termasuk kebiasaannya bangun siang.

Sulit bagiku mengubahnya.

"Ah, paling sekarang dia masih tidur bareng kecoa."

"Kata siapa? Daku sudah di sini dari tadi."

Kepalaku kontan menoleh. Aku melihat seseorang duduk di sofa dengan gaya santai dan penampilan acak-acakan. Berhubung Linda dan Pak David sudah di mejanya, secepat mungkin kuhampiri pria itu dan membuang formalitasku.

"Tolong berhenti makan biskuitnya Izra," tegurku pada satu-satunya Direktur bersandal japit. "Dan sejak kapan Mas ada di sini?"

"Sejak dikau meremas pantat Direktur Keuangan. Daku punya fotonya. Mau lihat?"

Langsung kuhapus semua barang bukti yang ada di ponselnya.

Bahkan Linda dan Pak David juga baru tahu ada setan di sofa itu. Ternyata mereka sudah kenal Mas Iwan dan agak kaget saat si keriting itu aku kenalkan. Terutama Linda. Aku baru tahu bahwa perempuan itu sudah lama ingin merekrutnya.

Berhubung tak perlu ada basa-basi, kuajak mereka ke meja rapat dan memulai kinerja kami.

"Bapak-bapak dan Ibu direktur, sebelumnya saya ucapkan selamat atas terpilihnya anda sebagai top manajemen perusahaan ini. PT. Griya Cipta Kontruksi ..." Aku tak bisa menahan senyum. Kulirik mereka satu persatu yang sama gugupnya seperti diriku. " Ehem! Uhuk ... Sudahlah, waktunya kita bekerja."

Mendadak AyahWhere stories live. Discover now