PS - Anggap itu Perintah

5.3K 730 51
                                    

Aku terlatih berwajah datar demi lancarnya misi penyamaran. Sudah terbiasa bersikap datar. Tapi cara berjalan Sandy terlalu lucu untuk tidak memicu tawaku

"Jangan ketawa!"

"Siapa yang ketawa?"

"Sudut bibirmu bergerak-gerak!"

"Enggak tuh."

Di sebuah restoran mewah, kami memakai dress code formal. Aku memakai tuxedo resmi dilengkapi pita pengganti dasi. Sedangkan Sandy, dia memakai gaun malam beserta high heels berwana hitam. Anggun sekali. Bukan aku saja yang menilainya. Cardigan hitam ia kenakan untuk menutupi lengan berotot. Termasuk syal sutera untuk samarkan otot lehernya.

Itu trik penyusupan yang sering kali aku gunakan untuk menutupi fitur-fiturku sebagai lelaki. Aku cukup berpengalaman, berdandan pun sudah sekelas make over artis. Aku pula yang membimbing Sandy untuk luwes sebagai perempuan, termasuk mengajarinya cara berjalan.

Berkali-kali kutabok pantatnya karena dia seperti robot.

"Langkah kaki harus segaris. Pantatnya digoyang dikit. Jangan mekangkang."

"Susah nih pakai high heels."

"Pelan-pelan saja. Kita gak sedang dikejar perompak."

"Lebih baik aku dikejar perompak! Repot sekali sih jadi cewek?"

Kuakui, Sandy cukup cantik kalau berdandan. Bahkan untuk ukuranku yang tidak asing dengan perempuan. Tapi wajahnya masih gelisah. Dia merasa tak nyaman saat penampilannya diperhatikan. Terlebih saat kami tiba di meja. Seperti yang kuduga, dua rekan kami melihat Sandy tanpa berkedip.

Terutama Setiyadi si badan besar. Pria 35 tahun yang kami sebut sebagai SpongeBob. Aku yakin, banyak pertanyaan yang tak berani dia sampaikan. Sandy bisa membaca itu karena SpongeBob berlagak lugu.

"Apa lihat-lihat?!"

"Kok rambutmu jadi panjang?"

"Aku pakai wig."

Setiyadi semakin heran. Tatap matanya mulai beralih menuju dada.

"Kok tetekmu jadi montok?"

"Kamu mau mati?"

Sandra Dewi menurutiku memakai wig dan pengganjal dada. Itu peralatanku menyamar. Termasuk kemben ketat yang kubelitkan di balik gaun. Payudaranya jadi menonjol. Seperti mata SpongeBob yang mau copot dari lubangnya. Dia masih menatap dada Sandy, hingga si tomboy itu cepat-cepat mengambil garpu. Dia cengkeram kerah SpongeBob dan arahkan garpu di depan matanya.

"Kamu masih mau punya mata, bukan?"

"Eits, perempuan anggun gak boleh kasar," tegurku, memaksa Sandy kembali ke kursi.

"Suruh dia lihat yang lain kek, gak sopan!"

"Karena sekarang kamu seksi. Jangan salahkan dia."

Sandy baru diam setelah aku melempar pujian. Dia malah buka cardigan dan memamerkan belahan dada. Merasa dibela, SpongeBob menyiram bensin. Dia masih singgung perawakan Sandy dengan bahasa lebih agresif.

"Badanku besar, Sandy. Aku tertarik sama yang besar-besar. Dadamu dulu kecil seperti Glock. Sekarang seperti M2 Browing. Diapain saja sama Pram?"

Sandy makin jemawa. Dia menjawab, "dipijitin, diremas, dicium, diis—

"Okay okay, kita bicarakan yang lain." Cepat-cepat kupotong dia sebelum mulutnya semakin vulgar.

Postur Setiyadi memang seperti yang dia sebut. Tinggi besar. Lebih besar dari adikku. Hampir dua meter. Dengan badan besarnya, Anggota Denjaka itu menenteng senapan mesin seperti menenteng senapan serbu. Besar sekali. Dialah benteng kokok yang sangat sulit ditembus lawan.

Mendadak AyahWhere stories live. Discover now