Jabatan Baru

7.6K 1.2K 57
                                    

"Se—sebenarnya Mas Handoko ini siapa?"

Aku tidak menjawab. Kutarik tangan si cengeng itu dan membawanya ke tempat sepi. Kupantau keadaan sekitar. Tapi mataku malah menangkap sosok familiar lain yang sedang celingukan di pintu keluar.

"Apa Parto juga melihatku?"

Indah menggeleng. Kutarik tangannya lagi agar dia mengikutiku menuju basement. Aku tak mau gadis itu buka mulut. Kupaksa dia meninggalkan Parto yang pasti sedang mencarinya. Kubukakan pintu penumpang untuknya, dan langsung bertanya begitu mesin mobil menyala.

"Beri aku cerita singkat kenapa kamu ada di sini, sedang apa dan sejak kapan memperhatikanku."

"Ah ummm ... Hmmm ... Anu ..."

"Bicara yang jelas!" Aku sedikit membentak. Kubenahi sabuk pengamannya yang belum sempat ia kenakan. "Dan patuhi hukum lalu lintas."

Indah menarik napas panjang. Dia beranikan diri untuk bercerita, pada seorang pria yang baru saja menculiknya.

"Pak Parto kesal karena kemarin kita tinggal. Kunci motornya kan aku yang bawa, aku yang kena marah."

"Terus, dia minta kencan sebagai permintaan maaf?"

"Iya ..."

Aku kira Parto orang paling dungu di kantor baruku. Ternyata si dungu itu masih bisa membodohi orang. Merepotkan sekali. Beginilah nasib gadis lugu yang terlalu penakut untuk menolak.

"Sejak kapan kamu lihat aku?"

"Awalnya Pak Parto ngajak ke restoran. Tapi langsung kabur begitu lihat Pak Asep sudah di meja. Aku ditinggal sendirian. Terpaksa aku duduk sendiri di meja agak jauh. Habis itu Mas Handoko datang."

Kutepuk jidat. Aku terlalu fokus pada Pak Hardi hingga tak memperhatikan meja lain. Jelas sudah bahwa Indah mengikuti kami sejak awal. Padahal aku sudah hapus semua record agar pekerjaanku berjalan mulus. Siapa sangka rahasia kecil itu malah diketahui si gadis cengeng?

"Sumpah aku gak niat nguping Mas. Aku gak sengaja."

"Parto tahu soal aku?"

"Enggak Mas. Awalnya aku mau bilang ke Pak Parto. Soalnya dia kirim pesan terus. Tanya-tanya apa Pak Asep sudah gak di meja. Tapi obrolan Mas Handoko kedengaran penting. Aku gak berani macam-macam."

"Apa saja yang kamu dengar?"

Indah agak meragu.

"Cerita saja. Aku mau tahu garis besarnya."

"Hmmm ... Kalau Mas Handoko mantan CEO, terus bapak bapak di samping Pak Asep ternyata CEO perusahaan kita. Selebihnya aku gak paham."

Tetesan keringat mengalir pelan di keningku. Padahal AC mobil terasa sejuk. Aku agak gamang kalau sampai hubunganku dengan Fitria ketahuan. Sama saja aku buka kartu soal negosiasi kemarin. Hanya Pak Prasojo, Pak Hardi dan Pak Asep saja yang tahu skandal itu. Kalau sampai petinggi lain tahu, transaksi kemarin bisa dianulir. Perusahaanku bisa rugi belasan milyar.

Terlebih, peranku sebagai auditor bisa terbongkar.

Ini tak boleh terjadi.

Indah harus tutup mulut.

Apa perlu aku culik dia dan menguburnya di tengah hutan?

"Apalagi yang kamu tahu?" Aku bicara dengan nada rendah dan dingin. Lebih dingin dari AC mobil. Indah pun merasakannya dan bicara sejujur mungkin.

"Aku gak paham obrolan kalian Mas, sumpah aku gak paham. Aku cuma paham kalau Mas dulunya CEO perusahaan lain. Terus Pak Asep sama Pak Hardi kek hormat banget sama Mas Handoko."

Mendadak AyahWhere stories live. Discover now