Beli Informasi

8K 1.1K 71
                                    

Beberapa hari berlalu semenjak pengeroyokan itu. Tak ada kejadian apapun. Tapi kakakku masih menemaniku sebagai bodyguard. Tentu saja aku merasa aman. Mas Pram adalah prajurit berprestasi yang pernah menjadi seorang Paspampres. Kemampuannya tidak diragukan. Tapi mengingat sifatnya, ada bahaya lain yang lebih mengerikan dari sekadar serangan preman.

Percaya tidak percaya, malam ini kami dikelilingi perempuan cantik.

"Mas, kalau Fitria tahu aku bisa kena masalah," kataku setengah berbisik. Aku agak panik saat beberapa perempuan mulai melirik. "Ngapain juga kita ke sini?"

"Relaksasi."

"Relak apanya? Kalau tegang iya!"

"Gak usah sampai pucat gitu. Mas gak akan lapor istrimu."

"Mulutmu gak bisa dipercaya!"

Mas Pram terbahak-bahak. Dia sangat tahu segalak apa istriku kalau sedang dilanda cemburu. Bukannya kasihan, dia justru jadikan perangai Fitria sebagai bahan ancamannya.

"Kalau masih cerewet aku laporin beneran."

Aku langsung diam.

Malam ini kami berada di sebuah cafe. Atau bar lebih tepatnya. Ada meja bundar, ada sofa, ada pula counter resepsionis di depan rak minuman keras. Aku canggung. Aku tak nyaman melihat perempuan panggilan berlalu lalang mencari pelanggan.

"Bersikaplah wajar, Le. Aku juga gak suka tempat seperti ini. Tapi ini cara terbaik untuk keamanan anak istrimu."

"Apa hubungannya?"

Kakakku meminum bir yang baru disuguhkan waitress. Dia memintaku ikut melirik sebuah sofa. Dahiku kontan terkernyit. Di sofa itu duduk beberapa orang yang nampak mencurigakan.

"Tempat ini perputaran bisnis haram. Transaksi narkoba, judi, prostitusi, jual beli senjata, sampai sewa jasa freelance." Mas Pram menunjukan jari tanda kutip di akhir kalimat.

Aku tidak paham dengan jasa "freelance" yang dia maksud. Apalagi hubungannya dengan anak dan Istriku. Tapi tempat ini memang agak agak terisolasi. Mungkin beberapa orang saja yang tahu eksistensinya. Hanya orang-orang kaya. Terutama konglomerat gelap.

"Sudah waktunya kamu tahu dunia bawah tanah."

"Untuk apa? Apa hubungannya sama Izra dan Fitria?"

Mas Pram melirik ketus. "Karena kamu ini boss. Sudahlah, gak usah banyak tanya."

Aku semakin bingung kenapa kakakku membawaku ke "cafe" ini. Tapi aku tetap ingat dia siapa. Walau bagaimanapun Mas Pram adalah prajurit elit untuk kontra terorisme. Spesialis intelejensi. Dia pasti punya tujuan. Tempat ini sangat tak asing untuknya. Dia juga merespon biasa saat seorang perempuan datang mendekat.

"Hai ganteng, mau Thai massage?"

Mas Pram tidak menjawab. Dia bahkan tidak menoleh.

"Buat kamu gratis deh."

"Maaf, saya hanya sopir, Mbak. Dan saya punya istri," jawab si playboy itu sebelum menoleh ke arahku. "Boss saya yang butuh therapy."

Keringat dinginku langsung mengucur. Mas Pram sedang umpankannya kepadaku. Dari dulu dia gemar mengumpankanku ke tante-tante. Entah berapa kali keperjakaanku hampir direnggut wanita berumur gara-gara si keparat itu. Mas Pram tak mau nakal sendirian.

Keadaan ini sangat berbahaya. Tapi aku hanya bisa diam saat perempuan itu mulai menoleh ke arahku.

"Butuh jasa Therapy, Pak?" Therapist plus-plus itu mendekatiku. Terlalu dekat hingga kucium aroma parfum yang agak menyengat.

Mendadak AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang