Wanita Kaku

8K 1.2K 39
                                    

Aku kesal saat Fitria terbahak-bahak setelah menyebut seseorang yang sangat dekat.

"Dia ganteng, Mas. Dan ceweknya cantik. Mas Pram dijamin suka deh."

"Apa semua cewek suka yang ganteng?"

"Enggak juga. Sebagai cewek normal, aku juga suka lihat cowok ganteng. Tapi tipeku ini sosok pria seperti Mas Handoko."

"Kenapa?"

"Karena Mas baik bangeeeet."

"Jadi, kamu selera sama cowok jelek asal hatinya baik?"

"Iya."

"Berarti aku jelek, dong?"

Fitria gelagapan. Dia cubit pinggangku dengan wajah agak memerah. "Sensitif amat sih? Mojok-mojokin terus!"

"Berarti kan jujur kalau aku jelek?"

"Mas ganteng! Buat aku Mas paling ganteng! Puas?"

"Hohoho, akhirnya kita satu keyakinan kalau aku ganteng. Pantesan cewek-cewek kantor pada naksir."

Cubitan itu ia pilin keras-keras. Fitria paling kesal kalau aku terbawa narsis. Apalagi kalau kusinggung gadis-gadis di sekitarku. Dia tak akan memberi respon apapun selain menunjukan wajah cemburu. Seprofesional apapun dirinya, dia tetaplah perempuan 21 tahun.

"Mas ini jadi kepedhean sejak ada yang naksir. Sana gih, main dulu sama Dedek!"

"Gak mau ditemenin, nih?"

"Memangnya Mas mau nemenin?" balasnya sambil melirik butik celana dalam. "Mau bantu milih lingerie? Ntar malam aku pakai."

Kepalaku menggeleng cepat.

Fitria terbahak melihat reaksi penolakan itu.

"Wajah malu Mas itu manis banget, tahu? Istri mana yang gak betah, coba? Sana jalan sama Dedek. Aku cuma sebentar kok."

Mataku langsung memicing. Tidak ada kata "sebentar" saat perempuan memilih pakaian. Apalagi pakaian dalam. Kalau tidak dikendalikan, bisa-bisa puteraku lulus kuliah begitu ibunya selesai belanja.

"Serius, Mas. Gak sampai dua jam. Aku janji."

Kutinggalkan butik itu setelah Fitria mengusirku. Izra sudah rewel. Dia menunjuk-nunjuk sekitaran agar aku mendorong trolinya. Awalnya kudorong pelan. Tapi lama-lama aku tergoda untuk menambah kecepatan. Jiwa kekanakanku mulai meronta saat berdua bersama Izra. Seperti anak TK, kudorong troli itu sambil menirukan suara mobil.

"Ngeenggg! Serong kiri!"

"Uwaaa! Yayah kesitu!" balasnya dengan lidah yang mulai lancar.

Jemari mungilnya memegang bagian troli yang bisa dilipat. Itu adalah tempatnya duduk. Matanya lurus ke depan seakan troli itu dia kemudikan. Aku mulai berlari seakan-akan sedang balapan. Tak kupedulikan tatapan pengunjung lain yang melihatku seperti melihat orang sinting. Izra adalah duniaku. Aku siap dipandang gila demi membuat puteraku tertawa. Aku masih mendorong troli sendirian, sampai tiba-tiba jari si kecil menunjuk-nunjuk seseorang.

"Yayah! Nda!"

Andai troli itu mobil sungguhan, kuinjak remnya dalam-dalam. Aku tak mau tingkah konyolku dilihat seseorang yang Izra tunjuk. Seorang wanita seksi yang sedang menggandeng sosok balita. Kira-kira setahun lebih tua dari puteraku. Aku langsung menyusulnya dan melontarkan pujian kecil.

"Wow, ternyata Bu Linda cantik sekali pakai casual."

Perempuan itu kontan menoleh. "Pak Handoko? Bu Fitria mana?"

"Lagi sibuk di butik. Ibu sama siapa?"

"Sama tuan puteri." Dia lirik gadis kecil yang dia gandeng. "Hestia, kenalan sama Om gih."

Mendadak AyahWhere stories live. Discover now