EP 05 - 2 : KISAH LAIN

447 28 0
                                    

Kilat kamera membanjiri Ma Wang pada suatu acara peresmian

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kilat kamera membanjiri Ma Wang pada suatu acara peresmian. Atas nama Presdir Lucifer Entertainment—Woo Hwi, Ma Wang mendonasikan sebuah film dokumenter kehidupan Korea tahun 1930-an pada Kementerian Kebudayaan. Mereka berkumpul di Museum Nasional.
Film tersebut Ma Wang dapatkan setelah melakukan lima kali perjalanan ke Jerman dan menghabiskan sekitar satu juta dolar. Tanpa mengurangi rasa hormat, Sekretaris Ma meminta pihak Kementerian untuk menyebutkan tentang usaha bosnya tersebut saat film ditayangkan. Kemudian berkat itu, Ma Wang akan mendapat Medali Presiden atas jasanya sebagai Seniman Budaya. Mendengar itu, Ma Wang ber-haha-hoho berwibawa.

“Kegiatan semacam ini juga bisa menambah poinku untuk menjadi dewa. Sebagai bonusnya adalah penghargaan dari manusia. Tidak ada salahnya kalau aku menyombong, kan? ” Ma Wang pamer pada sekretarisnya. Diam-diam, dia berjingkrak dengan tubuh jangkungnya.

Sekretaris Ma menambahkan, “Saya akan menyebarkan artikel tentang penghargaan itu. Jadi, Anda bisa menyombong dengan lebih leluasa.”

Ma Wang setuju. “Terus katanya acara pemberian medali akan disiarkan secara langsung, kan? Harus cepat-cepat beli baju baru nih, acaranya kan minggu depan.”

Lalu khayalannya tentang menyombong di acara langsung minggu depan dijeda oleh kesopanan dua manusia yang mindik-mindik membawa sebuah benda antik: pedang panjang. Katanya, itu adalah pedang seorang jenderal yang ikut serta dalam memerdekakan negara. Mereka HARUS hati-hati.

“Di Museum selalu banyak barang yang menarik ya?” komentar Sekretaris Ma, sambil memandangi pedang panjang yang hendak lewat itu.

Ma Wang berbagi pengetahuan, “Beberapa di antaranya ada yang terus melekat dengan arwah pemiliknya.”

“Dan sepertinya pedang itu sungguh istimewa.” Sekretaris Ma tak melepaskan pandangannya dari pedang panjang yang telah melewatinya.

“Kan katanya memerdekakan negara. Itu.” kepala Ma Wang mengangguk pada arwah seorang wanita tua yang nampak kumal yang mengekor di belakang dua manusia yang lewat barusan.

Arwah wanita itu saling memberi hormat kepada Ma Wang dan Sekretaris Ma, baru kemudian dia mengikuti benda miliknya. Sekretaris Ma kembali berkomentar, “Pemilik pedang itu adalah seorang wanita, tapi sepertinya para manusia tidak mengetahuinya dan salah paham akan sesuatu. Jika mereka tahu pemilik sebenarnya dari pedang itu, akankah mereka tetap memperlakukan pedang itu dengan begitu istimewa?”

Ma Wang pun berpendapat sama, “Di antara banyak benda kuno yang menghuni museum ini, mungkin ada banyak pula kisah yang berbeda dari yang telah diketahui.”

Di antara banyak benda kuno yang menghuni museum, mungkin ada banyak pula kisah yang berbeda dari yang telah diketahui dan salah satunya SANGAT berbeda

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di antara banyak benda kuno yang menghuni museum, mungkin ada banyak pula kisah yang berbeda dari yang telah diketahui dan salah satunya SANGAT berbeda. Sebuah meja rias kuno berbicara lewat ketukan sandal kayu. Dia menghantui seorang security yang sedang berpatroli.

“Siapa kau?!” dia berseru.

Seorang anak perempuan dengan kimono merah berkata padanya, “Naega nugunji aranaeryeogo hasimnikka?” (Kau ingin tahu siapa aku?)

“Anak Jepang ya? Bagaimana kau bisa ada di sini? Kau siapa?” dia penasaran dan takut. Tak mungkin seorang anak dari negara lain bisa ada di dalam Museum Nasional pada tengah malam begini, pikirnya.

“Naega nugunjineun amudo almyeon an dwaemnida.” (Tidak boleh ada yang tahu siapa aku) ucapnya, tegas: tanpa kedip, dengan bibir merahnya.

“Pergi sana! Pergi sana! PERGI SANA!” dia menyabet-nyabet udara dengan lampu senter yang dibawanya. Jawaban dari ketidakmungkinan dalam pikirnya hanya satu: anak Jepang itu bukan manusia. Dan benar, tiba-tiba saja anak Jepang itu menghilang.

Karena seram, dia berlari ke luar ruangan, menyusuri lorong dan hendak menuruni tangga, tapi Anak Jepang sudah ada di depannya—menengadah. Mata tajamnya naik hingga sepantar dengan security, maka lampu senter security jatuh dari tangan dan menggelinding menuruni tangga. Lorong museum gelap seketika.

 Lorong museum gelap seketika

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
A KOREAN ODYSSEY [HWAYUGI]Where stories live. Discover now