Chapter 1

1.5K 66 53
                                    


Menyusuri pulau, bermain air atau sekali-kali berjemur sampai kulit sedikit menggelap menjadi agenda selain memotret pemandangan yang luar biasa indah tidak mengecewakan.

Di dalam resort yang mereka sewa terdengar suara tawa dari seorang wanita, membuat bintang di langit hitam merasa tidak berarti karena tidak mampu membuatnya teringat jika sekarang sudah malam.

"Diam, Mei."

Ya, Mei. Mei Terumi.. Wanita berumur 40 tahun itu merasa dunianya benar-benar sempurna saat hari pengucapan janji suci pernikahannya.

Mengingat dirinya diangkat menjadi sekretaris seorang CEO. Awalnya, Mei akui, ia selalu darah tinggi jika berhadapan dengan pria yang satu ini, tapi perlahan Mei mulai agak terbiasa dengan pria itu.

Saat itulah, sebuah perasaan aneh muncul saat kerapkali berdekatan dengan pria yang kini sudah menjadi suaminya itu. Semakin sering bertemu dengan pria itu, rasa itu kian tumbuh. Memang, atasannya tidak menunjukkan ketertarikan pada dirinya bahkan cenderung suka memarahinya. Tanggung jawab yang diemban Mei semakin banyak dan hampir seluruh urusan perusahaan harus ada campur tangannya. Hal itu juga yang membuat hubungannya dengan pria itu mulai semakin dekat, dalama artian atasan dan bawahan.

Seringkali mereka lembur bersama dan kadang makan malam sebelum mereka pulang. Tidak jarang juga pria itu akan mengantarnya pulang walaupun Mei berusaha keras untuk menolaknya.

Seiring berjalannya waktu, mereka berdua semakin dekat. Bukan hanya hubungan dalam pekerjaan, tetapi secara personal.

Awalnya Mei memilih untuk membiarkannya, bahkan jadi merinding sendiri jika ia berpikir kalau dirinya mempunyai perasaan pada bosnya. Mungkin sang bos juga begitu. Tapi, Mei akui.. ia tidak bisa membohonginya sendiri.

Ia jatuh cinta pada seorang pria, dan pria itu adalah bosnya yang suka membuatnya naik darah.

Wanita itu menatap suaminya yang mengukungi tubuhnya. Surai hitamnya yang panjang menjuntai hingga jatuh menyentuh pipi Mei. Dahi pria itu mengkerut dalam.

Makhluk Tuhan mana yang tidak akan terpesona pada pria ini. Walaupun usia pria itu bukanlah muda lagi, tapi segala kesempurnaan yang Tuhan sematkan pada seorang Uchiha Madara. Pria dengan segala poin emas yang menjadi impian seluruh pria di bumi ini untuk menjadi lelaki sejati.

Tubuh proporsional, pekerjaan menjanjikan masa depan, dan wajah tampan. Walaupun perlakuannya kerap kali menyebalkan tapi ternyata pria itu mampu meluluhlantakkan hati Mei.

"Jam berapa kita akan pulang besok?"

"Jam sepuluh."

"Tidak bisakah kita tunda? Aku belum puas di sini."

"Rencana bulan madu kita hanya satu minggu, Mei. Kau tahu, aku tak bisa meninggalkan kantor lebih dari itu."

"Madara.." Mei menarik ujung lengan piyama suaminya. Agar Madara lebih dekat, walaupun jantungnya sekarang nyaris copot karena posisi tubuh mereka sangat dekat. "Kita baru satu minggu,"

"Aku tahu. Kita bisa berlibur lagi. Berdua saja."

Mei tersenyum, malu-malu ia mengecup pipi suaminya. "Kau sungguh suami idaman."

Bulan madu mereka berdua hanya menghabiskan waktu seminggu saja. Sebenarnya seperti yang Mei katakan, ia ingin menghabiskan waktu lebih banyak lagi. Madara juga tak bisa berbohong.. ia akui, ia ingin menghabiskan waktu lebih lama juga. Tapi, sebagai seorang pemimpin perusahaan, Madara tidak bisa meninggalkan urusan kantor lebih dari seminggu.

Toh, jika Madara ingin.. ia bisa saja berlibur lagi dengan Mei. Hal itu tak perlu dikhawatirkan.

Sebelum Madara dan Mei pulang ke Tokyo kembali, Madara mencari oleh-oleh untuk keempat pemuda yang sedang menunggu di rumah. Saat mereka berempat menerima oleh-oleh darinya, Madara mengira mereka akan senang tapi nyatanya mereka mengatakan jika mereka lebih senang berkali-kali lipat jika Mei yang membawa oleh-oleh.

My Daddy Madara (Season 2)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora