Hari beranjak siang. Hashirama dan keluarganya hendak pulang, namun saat diajak pulang Naruto malah nyangkut disini. Terpaksa Minato pun akhirnya pulang bersama yang lain tanpa Naruto.
Mereka semua berkumpul di kamar Itachi sedang bermain PlayStation. Rin hanya diam. Agak canggung sebenarnya karena tidak ada yang menemaninya. Dalam hati, wanita itu menggerutu karena Sakura dan Izumi yang lumayan lama, nggak dateng-dateng.
"Anjing! Teme! Curang, bangsat!" Naruto berteriak sembari memencet tombol-tombol controller dengan brutal. Seperti tak peduli jika controller mahal milik Itachi itu rusak.
"Ya lo yang goblok nggak bisa main." Sahut Sasuke tak kalah pedas.
"Rin, mau pulang?" Tanya Kakashi menoleh, menyadari Rin yang sepertinya kurang nyaman karena tak ada temannya. "Gua anterin kalo mau pulang."
Kakashi pikun ya? Batin Rin. Belum juga satu hari dia berantem sama Obito.
Rin hanya menggeleng, selanjutnya ia berdiri karena tak tahan disini. Mereka agak bingung, saat wanita itu keluar dari kamar. Langkahnya menuju salah satu kamar, yang ia ketahui itu kamar milik siapa. Siapa lagi kalau bukan Obito.
Rin mengetuk pintunya. Selama beberapa saat tak ada jawaban. Terpaksa wanita itu mengeluarkan suaranya. Mungkin, Obito mengira yang mengetuk adalah saudara-saudaranya.
"To? Kamu marah sama aku?" Tanya Rin, nadanya sedih.
Berselang dua detik, Rin terkejut saat tiba-tiba saja pintu terbuka. Memperlihatkan Obito yang menatapnya. Tapi pemandangan didepannya membuat Rin agak sulit bernapas, kenapa Obito harus bertelanjang dada di kamarnya?
"Masuk, Rin." Ucap pria itu melangkahkan kakinya menuju ke dalam. Rin pun mengikutinya dari belakang. Sengaja, Obito tak menutup pintu hingga rapat karena jika ada yang melihat bisa salah paham.
Selama beberapa saat, nampaknya pria itu tak berniat memakai bajunya membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Saat dilihatnya laptop yang menyala di atas kasur dan beberapa dokumen, ternyata Obito sedang mengerjakan tugas kantornya.
"Kamu marah sama aku To?" Tanya Rin, membuka suaranya. Lagi-lagi bertanya akan hal itu . Wanita itu menunduk, menghindar untuk melihat Obito hingga helai-helai rambut coklatnya menutupi sebagian wajahnya.
Obito menghela napas mendengar pertanyaan Rin. Jujur ia tak marah dengan wanitanya, hanya saja ia malas berkumpul kalau suasana sudah kacau seperti tadi, moodnya juga terlanjur buruk. Lebihnya lagi, mana bisa ia marah pada wanita itu?
Pria itu menggeleng, "Nggak sayang."
Rin semakin menundukkan kepalanya. "Lupain aja masalah tadi ya To, aku merasa sendiri dari tadi.."
Walaupun kenyataannya Rin duduk dengan banyak orang, tapi rasanya sendiri karena tak ada Obito.
Rin mengangkat kepalanya tatkala sebuah merasakan telapak tangan hinggap di pipinya. Mata coklatnya melebar mendapat perlakuan tiba-tiba seperti itu, apalagi saat ditatap lembut oleh sepasang onyx kekasihnya.
"A-aku.." Rin nampak ragu untuk berbicara, Obito lagi-lagi hanya mendengarkan. "Aku nggak bakal bisa berpindah ke lain hati lagi. Perasaanku sekarang, cuma buat kamu."
Kata-kata yang meluncur dari bibir merah itu, sukses membuat kaki panjang Obito lemas. Tak ia sangka, Rin bisa berbicara terang-terangan seperti ini padanya.
"Sayang," Panggil Obito tersenyum, Rin membalas tatapan onyx itu sambil menenggelamkan pipinya dalam genggaman telapak tangan Obito. "Aku nggak ragu sama kamu. Aku percaya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Daddy Madara (Season 2)
FanfictionMenceritakan kisah Madara sebagai direktur di perusahaan Uchiha yang mempunyai anak-anak bandel dan susah diatur. Kehidupannya setelah menikah, sedikit berbeda dari sebelumnya.. Seperti sebuah dongeng yang menjadi kenyataan, kebahagiaan Madara berli...