Chapter 4

430 44 26
                                    





"Dokter, silahkan."

Madara membuka pintu kamarnya dan mempersilahkan seorang dokter berambut panjang masuk ke dalam kamarnya. Manik kedua dokter tersebut langsung mengarah pada seorang wanita yang terbaring di ranjang. Wajah Mei terlihat pucat dengan tubuh lemas.

Tanpa disuruh, dokter tersebut langsung mengeluarkan alatnya untuk memeriksa kondisi Mei.

Detik demi detik terlewati, bibir dokter tersebut yang awalnya datar, kini menyunggingkan sebuah senyum. Madara hanya menyernyit melihat dokter tersebut berhenti memeriksa Mei dan menatapnya sambil tetap tersenyum.

Dokter tersebut lalu beralih kembali pada Mei kembali, "Apa yang Nona rasakan akhir-akhir ini?"

Mei menjawab dengan polos, "Mual, muntah.. lemas."

Dokter tersebut mengangguk dan semakin mantap dengan jawaban yang diberikan Mei. "Baiklah, menurut keterangan dari Nona Mei sekaligus hasil pemeriksaan yang saya tangkap tadi, jika istri Tuan sedang mengandung. Selamat."

Onyx Madara dan manik hijau Mei langsung membulat. Jadi penyebab dimana Mei yang mual dan muntah-muntah ini karena kehamilan.. Mei?

Otak jenius Madara yang biasanya selalu berjalan lancar tidak ada hambatan atau kendala sama sekali seperti sebuah kendaraan yang sedang melaju kencang, tapi entah kenapa saat ini tiba-tiba saja macet tak bisa cepat tanggap ataupun mengerti setelah mendengar perkataan dari sang dokter.

Nampaknya Madara shock.

"Maksud dokter?"

Si dokter tersebut mengerjab, nampak bingung dengan respon Madara. Tadi, ia rasa sudah bicara jelas dan terang-terangan, kenapa Madara malah menanyakan maksud?

"Istri anda hamil, Tuan. Selamat ya." Ulangnya. "Saya mengira-ngira usia kandungannya menginjak tiga minggu, tapi untuk lebih pastinya Tuan bisa memeriksa istri anda ke rumah sakit."

Madara masih belum bisa memahami bagaimana kenyataan bekerja. Tuhan menggerakkan semuanya secara spontan.

"Usia kandungannya memang masih sangat muda. Di usia kandungan itu sangat rawan seorang ibu hamil kehilangan tenaga lebih banyak dari biasanya. Tuan harus lebih memperhatikan asupan makanan dan keadaan psikis istri anda. Karena semua itu juga akan berimbas pada bayi dalam kandungannya."

Setelah dokter tersebut memberi resep agar mengurangi mual dan muntah yang di alami Mei, dokter itu pulang dengan sopan. Sedikit heran kenapa Madara masih mematung tak bergerak. Bahkan ketika ia tersenyum ramah dan pamit pulang.

"Kau dengar itu, Mei?"

Akhirnya Madara kembali bersuara setelah cukup lama terdiam. Pipinya memerah, bibirnya menyunggingkan senyum lebar.

Sementara Mei masih menatap suaminya dengan sama meronanya. Merek berdua tersipu akan kenyataan yang cukup mendadak menurut mereka.

"Kau dengar itu?" Ulang Madara, melangkahkan kakinya dengan cepat menuju Mei. Mei yang masih terdiam karena shock tiba-tiba merasakan terjangan kuat dari Madara. Suaminya memeluk tubuhnya dengan erat.

"Madara, aku tidak percaya ini." Ucap Mei sedikit terisak karena haru. Membalas pelukan Madara tak kalah erat.

Madara sejenak melepaskan pelukannya dan mencium kening Mei berkali-kali. Mei hanya bisa tersipu akan perlakuan lembut dari suaminya.

Saat Madara menangkup pipinya dengan kedua tangannya, Mei hanya bisa menahan napas. Lebih-lebih saat pria itu mendaratkan sebuah kecupan manis penuh sayang di bibirnya dengan cukup lama. Hanya sebuah kecupan manis di bibir, tapi bisa membuat dada Mei berdesir.

My Daddy Madara (Season 2)Where stories live. Discover now