Pagi yang cerah adalah awal yang baik untuk memulai aktivitas. Wanita itu terbangun dari tidurnya dan mendapati ia hanya sendirian kamar. Dan ternyata, setelah menengok ke arah pintu kamar mandi, suara gemericik didalam menandakan bahwa ada seseorang disana. Siapa lagi kalau bukan suaminya.
Sesaat selanjutnya, pria berambut gondrong hingga punggung keluar dari kamar mandi hanya dililit handuk kecil di pinggang. Mei akui, walaupun Madara sudah tua-tua keladi, tubuhnya masih segar bugar.
Madara sadar akan tatapan Mei yang terus menuju ke arahnya. Bahkan ketika dirinya mengeringkan rambut panjangnya dengan hairdryer.
"Sudah bangun, sayang?"
Sayang?
Uhh... Memanggil dirinya seperti itu membuat Mei geli sendiri.
"Cepat mandi, lalu kita akan sarapan." Ucap Madara lagi. Menatap Mei yang masih bergeming dari tempatnya.
Gemas karena Mei masih di tempatnya, Madara terpaksa harus menggeret Mei dari kasur untuk segera mandi.
"Madara, tunggu. Kau ini kasar sekali," Gerutu Mei saat pria itu memegang lengannya. "Ada apa sih memangnya?"
"Kau cepatlah mandi, kita kan mau periksa kandungan ke dokter."
Mei menurut, segera masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Madara memakai pakaiannya sembari menunggu Mei di kamar mandi. Setelah wanita itu menyelesaikan kegiatan mandinya, Madara dan Mei yang sudah siap berangkat ke rumah sakit, keluar dari kamar mereka
Mereka berdua tak langsung berangkat. Melainkan sarapan terlebih dahulu agar perut terisi. Di ruang makan, sudah ada keempat anaknya yang makan dengan lahap. Hari ini hari libur, jadi mereka bersantai saja dan tak terlihat terburu-buru akan sesuatu. Tapi, Mei terkejut saat mendapati segelas susu yang sudah siap minum diberikan padanya.
"Susu ibu hamil Ma, yang kita beli tadi malam." Ucap Shisui membuka pembicaraan. Mei agak terkejut tapi wanita itu tersenyum.
Namun Mei terkejut lagi saat Madara berbisik di telinganya, "Mereka membeli puluhan kotak susu, buah-buahan, vitamin, bahkan mereka juga membeli popok. Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa mereka juga membeli popok?"
Melihat gelagat sang ayah yang bisik-bisik membuat salah satu dari mereka menyahut. "Pa, Papa ini kok malah bisik-bisik sih Pa?" Tanya Sasuke heran.
Madara tak menjawab, hanya menghela napas kemudian duduk di kursi makan. Onyxnya menatap Shisui yang mengaduk susu tersebut menggunakan sendok sebelum memberikannya pada Mei.
"Ma, diminum. Rasanya enak banget Ma.." Ucap Shisui menyerahkan segelas susu tadi pada Mei.
Mei tersenyum malu-malu akan perlakuan mereka. "Makasih ya."
"Mama nggak usah sungkan. Kalo perlu apa-apa, bilang sama kita." Lanjut Shisui.
Mei tersenyum semakin lebar. "Makasih ya.." Ucapnya lagi-lagi. "Kalian antusias banget menyambut calon anak kita." Ucap Mei dengan pipi memerah. Melirik Madara yang masih datar disebelahnya.
"Ya antusias lah Ma!" Sahut Sasuke dengan nada meninggi. "Mama tau nggak sih, kita itu udah lama pengen punya adik lagi. Akhirnya kesampaian. Terimakasih atas berkatmu, Kami-sama!" Ucap pria raven itu mengangkat kedua tangannya. Merasa sangat bersyukur.
Madara hanya menghela nafasnya melihat reaksi Sasuke.
"Kita antusias Ma." Ucap Itachi setuju, "Kita sempet bertanya-tanya.. Papa maunya, anak cowok apa cewek?"
Mendengar pertanyaan Itachi, Madara tak langsung menjawab melainkan berpikir sejenak. Tak ada masalah laki-laki atau perempuan, yang paling penting adalah anaknya terlahir dengan selamat. Itu saja.
YOU ARE READING
My Daddy Madara (Season 2)
FanfictionMenceritakan kisah Madara sebagai direktur di perusahaan Uchiha yang mempunyai anak-anak bandel dan susah diatur. Kehidupannya setelah menikah, sedikit berbeda dari sebelumnya.. Seperti sebuah dongeng yang menjadi kenyataan, kebahagiaan Madara berli...