Chapter 3

469 45 22
                                    




Uchiha Madara mengulum senyum saat melihat tubuh lincah nan seksi itu kembali bergerak di depan pantri dapur. Satu tangannya sibuk mengaduk susu, sedang tangan yang lain membolak-balik sesuatu yang ada di atas yang tipis tapi menggoda.

"Mereka sudah pergi?"

Mendengar suara Madara yang tiba-tiba, Membuat Mei terkesiap. Wanita itu berdehem sebentar, "Mereka sudah pergi. Tapi aku tidak melihat Obito. Mungkin sudah di kantor."

Yang dimaksud mereka adalah keempat anak Madara. Obito yang sudah pergi ke kantor, Itachi dan Shisui yang ke kampus dan yang terakhir Sasuke yang ke sekolah. Mereka berempat sudah pergi sejak pagi tadi sebelum Madara bangun.

"Duduk Mei, jangan membersihkan ini semua." Ucap Madara berusaha bersabar, saat melihat Mei yang kini membersihkan peralatan memasak yang kotor.

"Kau ini. Selalu melarangku." Balas Mei mengerucutkan bibirnya sebal.

Menjadi ibu rumah tangga mengajarkan Mei untuk cinta dengan kebersihan. Selepas keempat pemuda itu pergi, sesegera mungkin Mei membersihkan peralatan memasak dan juga peralatan makan yang kotor.

Teriakan akan tangannya menjadi lusuh karena ia menyerahkan seluruh jiwa raganya untuk menjadi seorang istri dan ibu. Segala lusuh itu terbayar dengan kebahagiaan. Dan perlu diketahui pula, setiap minggu ada kantong sendiri yang di siapkan Madara untuk merawat tubuh istrinya. Pria itu tidak ingin dianggap tidak bertanggung jawab akan pesona dan kecantikan istrinya. Lagipula Madara senang melakukannya, melihat kecantikan istrinya adalah hal wajib untuk kebaikan pandangannya.

"Ada yang membuatmu cemas?" Ekor mata Mei menangkap Madara yang tak kunjung berangkat ke kantor. Ada hal tidak beres jika mendadak suaminya itu duduk terpaku lama di atas kursi dengan  onyx khawatir.

"Tidak. Apa kau sudah merasa lebih baik dari kemarin?"

Mei masih berkutat dengan kebersihan dapurnya. Tak membiarkan setitik noda tertinggal di sana karena itu akan membuat dapur idaman Mei nampak tak berharga.

"Aku baik." Satu belaian mampir di pipi Madara saat wanitanya itu ikut duduk di depannya. "Hanya saja, sedikit mual. Lupakan saja, Madara.. mungkin ini karena aku belum makan pagi ini."

"Baiklah, aku akan mengambilkanmu makanan." Ucap Madara perhatian sembari berdiri untuk mengambil nasi dan lauk pauk kedalam piring.

"Makanlah yang banyak." Ucap Madara lagi-lagi, kini menambahkan beberapa sayuran pada piring Mei.

Tangan Madara mulai terangkat untuk menyuapi makanan ke mulut Mei. Pada suapan pertama, kening Mei menyernyit, membuat Madara terhenyak. "Kau kurang suka? Mau yang ini saja?" Tanya pria itu membuka suaranya.

"Tidak, ini enak kok." Balas Mei tersenyum. Ya, memang enak tapi Mei tidak berselera. Entah apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya sejak kemarin. Rasanya sarapan pagi adalah hal yang membuat Mei tidak suka. Ia mual di pagi hari.

Dua suap, Mei menyerah. Ia menghentikan tangan Madara yang hendak memberi suapan keempat.

"Madara, sudah aku tidak tahan lagi." Ucap Mei memegang dadanya. Mualnya makin menjadi-jadi.

"Satu suap lagi. Kau ini makan cuma tiga sendok. Masih banyak sisanya."

Mei memberi tatapan memelas, "Sudah.."

Madara berdecak, posisi tangannya masih tak berubah. "Mei, ayo. Satu suap lagi." Bujuk Madara.

Mei akhirnya mengalah dan mengunyah suapan keempat dari suaminya. Alih-alih menelan, Mei malah membungkam mulutnya. Makanan ini tidak bisa masuk kedalam perutnya. Mei yang mual dan tak bisa menahan lagi, berlari menuju kamar mandi yang tak jauh dari meja makan. Berlari ke westafel dan memuntahkan semua makanannya.

My Daddy Madara (Season 2)Where stories live. Discover now