Chapter 22 (Special Chapter)

352 32 29
                                    







"Kau bisa sayang… kau bisa.."

Entah Madara harus bagaimana lagi selain memberi kata-kata motivasi. Semoga dapat membantunya.

Mei berhenti sejenak, ia mengambil napas dan memejamkan matanya untuk menunggu gelombang kontraksi lagi memukulnya dan menyuruhnya mendorong. Sebelum akhirnya Mei kembali mengambil napas yang dalam dan mengumpulkan kekuatan untuk mendorong lagi.

"Dorong agak lama dan dengan sekuat tenaga."

"Ayo, sedikit lagi dia akan berada dipelukanmu…" Ucap Madara lembut.

Mei hanya menjawab dengan menganggukkan kepalanya. Wanita itu sudah terlalu lelah untuk menjawab.

Mei mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong lebih keras. Tubuh wanita itu kini bersimbah peluh, napasnya semakin terengah-engah. Sekuat tenaga Mei berkonsentrasi diantara rasa sakitnya mengikuti arahan dokter.

Mei mendorong lagi dengan meremas tangan Madara, mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mendorong bayinya keluar. Hingga tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu yang meluncur keluar dari bagian bawah tubuhnya.

Saat itulah terdengar suara yang dinantikan akhirnya memecahkan ketegangan yang hinggap di ruangan itu.

Bayinya telah lahir.

"Selamat, Tuan dan Nyonya. Dia bayi perempuan yang cantik,"

Bayi mungil itu segera dibersihkan dan diselimuti dengan
hangat, lalu diserahkan pada Madara.

Madara masih tak percaya dengan apa yang ia lihat. Didepannya ini.. seorang bayi perempuan mungil yang merupakan darah dagingnya sudah ada dalam dekapannya. Bayi itu memejamkan mata dan mengulum ibu jarinya sendiri.

Tapi yang dikatakan oleh dokter benar, dia bayi yang sangat cantik. Rambutnya hitam lebat seperti rambutnya. Dia juga memiliki mata hitam seperti mutiara. Pipinya tembam, kemerah-merahan. Bayi yang sehat.

Mei menatap onyx Madara yang berkilauan menggendong buah hatinya. Entah perasaannya atau apa, onyx itu memang nampak berkilau. Sedetik kemudian pria itu mendengus tertawa sembari mengusap kelopak matanya dengan jarinya sehingga air mata itu tak sempat jatuh ke pipi.

Madara segera menunjukkan bayi yang baru lahir itu kepada Mei yang masih setengah terbaring dengan nafas tak beraturan. Sebelah tangan Madara menggenggam erat tangan istrinya yang sedang kelelahan itu.

Madara membiarkan telunjuknya membiarkan telunjuknya digenggam tangan mungil bayinya. Tangis Mei pecah, ia menatap pemandangan itu dengan haru. Pernah terpikirkan olehnya jika bagaimana nantinya jika ia mempunyai seorang anak dengan Madara. Dan itu menjadi kenyataan sekarang. Pria ini membawa banyak kebahagiaannya di hidupnya, cintanya..

"Kenapa kau jadi menangis? Bukankah kau seharusnya senang?" Tanya Madara lembut, suaranya sedikit serak. Tangannya yang menggenggam tangan Mei ia lepaskan dan beralih pada kelopak mata istrinya. Mengusap air matanya yang berjatuhan.

"Bodoh, aku senang sekali." Jawab Mei terisak, apalagi ditambah lagi oleh perlakuan Madara yang masih mengusap-usap wajahnya.

Tangis Mei berubah menjadi senyuman manis saat Madara meletakkan bayinya di dada Mei. Sedikit pria itu merapikan helaian rambut istrinya yang terlihat berantakan sebelum akhirnya mereka berdua saling bertatapan.

"Terimakasih, aku bersungguh sungguh berterima kasih." Ucap Madara kemudian dengan lembut.

Mei tersenyum, selanjutnya ia memejamkan mata saat bibir suaminya hinggap di bibirnya. Walau sebentar, tapi itu bisa membuat Mei semakin tenang.

My Daddy Madara (Season 2)Where stories live. Discover now